Tahun 2025 menjadi periode penuh tantangan bagi industri tekstil Indonesia. Sektor yang selama ini menjadi penopang lapangan kerja terbesar di manufaktur tengah menghadapi tekanan berat akibat derasnya arus barang impor yang membanjiri pasar domestik. Penurunan permintaan, keterbatasan bahan baku, hingga gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran menjadi potret nyata dari krisis yang melanda industri ini.

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) tengah menghadapi tantangan besar dalam menjaga daya saing di tengah gempuran produk impor. Sekretaris Jenderal Asosiasi Garment dan Tekstil Indonesia (AGTI), Rizal Tanzil Rakhman, menegaskan bahwa dukungan pemerintah terhadap ketersediaan bahan baku dan kemudahan ekspansi menjadi kunci penting untuk memperkuat sektor ini.

Asosiasi Produsen Serat dan Barang Filament Indonesia (APSyFI) menilai momentum Lebaran 2026 akan menjadi titik krusial bagi kebangkitan industri tekstil nasional. Pemerintah diminta mengambil langkah konkret untuk memfasilitasi produsen lokal agar mampu menguasai pasar domestik dan menekan tren Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang masih membayangi sektor manufaktur.